Banjir
merupakan kejadian yang sudah dianggap wajar di Indonesia. Dibeberapa kota
besar, banjir merupakan teman wajib disaat musim hujan. Salah satu penyebab
banjir di Indonesia adalah sampah. Ibu kota Jakarta sering dilanda banjir
karena pengelolaan yang kurang baik.[1]
Jika
dirunut ke belakang, akar permasalahan banjir diperkotaan berawal dari pertambahan
penduduk yang sangat cepat, migrasi dan urbanisasi penduduk. Pertambahan
penduduk yang tidak diimbangi dengan penyediaan prasarana dan sarana perkotaan
yang memadai mengakibatkan pemanfaatan lahan perkotaan acak-acakan. Urbanisasi
yang terjadi di Indonesia menambah beban daerah perkotaan menjadi berat.
Kebutuhan akan lahan, baik untuk permukiman maupun kegiatan perekonomian
meningkat sehingga lahan yang berfungsi sebagai retensi atau resapan menurun.
Akibatnya aliran permukaan semakin besar. [2]
Perubahan fungsi lahan terbuka menjadi daerah pemukiman atau bangunan industri
mengakibatkan erosi dan banjir.
Faktor
budaya turut ambil bagian dalam permasalahan drainase perkotaan. Budaya
tersebut telah mengakar dan menjadi bagaian kehidupan masyarakat yang sulit
diubah. Tingkat kesadaran masyarakat perkotaan terhadap lingkungan tempat
tinggal sendiri sangat rendah. Sampah dibuang sembarangan. Sungai dan parit
menjadi tempat empuk untuk menghilangkan jejak sampah dengan volume yang besar. Kesadaran untuk turut
ambil bagian hanya timbul ketika bencana banjir telah datang.
Kebiasaan
mahasiswa yang tinggal di kos atau tempat kontrakan sering meletakan keranjang
sampah di luar kamar atau di halaman rumah. Kenyataannya adalah mahasiswa tidak
peduli dengan sampah yang berceceran di luar kamar atau halaman rumah. Sampah
tersebut lama kelamaan akan menumpuk dan banyak. Action yang berbeda timbul ketika keranjang sampah tersebut
diletakan di dalam kamar. Sebelum keranjang sampah tersebut penuh maka
pemiliknya segera membuangnya dengan satu alasan “bauk”. Kesimpulannya adalah ketika sampah masih belum memberikan
masalah maka sampah tersebut bukan siapa-siapa.
Pada
pemahaman lain, membuang sampah sembarangan adalah hal yang wajar dan harus
dilakukan. Kewajaran tersebut muncul ketika seseorang yang telah menikmati
minuman dan tidak tahu dimana seharusnya membuang kemasan minuman tersebut. Halte dan lampu merah merupakan tempat
yang rentan.
Action itulah yang
diperlukan. Action mempunyai hubungan
dengan Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH). Pendidikan Lingkungan Hidup yang
hilang dari masyarakat seakan mendukung budaya masyarakat yang tidak mau tahu
dengan lingkungannya. Pendidikan Lingkungan Hidup (PLH) merupakan pendidikan
tentang lingkungan hidup dalam konteks internalisasi secara langsung maupun
tidak langsung dalam membentuk kepribadian mandiri serta pola tindak dan pola
pikir perserta didik/mahasiswa/peserta diklat sehingga dapat merefleksikan
dalam kehidupan sehari-hari. Pendidikan Lingkungan Hidup merupakan upaya
melestarikan dan menjaga lingkungan serta ekosistem kehidupan makhluk hidup
yang dapat memberikan konstribusi pada keberlangsungan kehidupan yang seimbang
dan harmonis.
Sebagian
besar mahasiswa di perguruan tinggi mendapat perkuliahan tentang lingkungan.
Sebut saja mata kuliah Rekayasa Lingkungan, Manajemen Konstruksi, Ekonomi
Teknik, Fisika Bangunan serta banyak mata kuliah yang lain yang berbicara
tentang lingkungan. Jelas, secara umum mahasiswa Jurusan Teknik yang telah dan
akan mempelajarinya. Siswa di bangku Sekolah Menengah Atas (SMK), Sekolah
Menengah Kejuruan (SMK) dan Sekolah Menengah Pertama (SMP) mendapatkan
pelajaran Biologi sebagai mata pelajaran yang memperkenalkan kepada siswa
tentang lingkungan hidup dan polusi. Pemahaman yang mendalam dan action dari pemahaman tersebut secara
umum tidak didapatkan oleh siswa di bangku sekolah pertama dan menengah.
Pendidikan
Lingkungan Hidup menjadi salah satu Mata Pelajaran wajib bagi siswa sekolah
dasar hingga menengah. Hal ini didasari pada masalah lingkungan hidup yang disebabkan
karena ketidakmampuan mengembangkan sistem nilai sosial, gaya hidup yang tidak
mampu selaras dengan lingkungan. Oleh karena itu, lembaga pendidikan formal
merupakan salah satu sarana yang tepat untuk membangun masyarakat yang
menerapkan prinsip berkelanjutan dan etika lingkungan. Anak/siswa yang
mendapatkan pengetahuan tentang lingkungan hidup merupakan pengetahuan awal
sehingga setiap warga negara memiliki pengetahuan tentang lingkungan biofisik
serta menumbuhkan kesadaran agar terlibat secara efektif dalam memberikan
solusi dari permasalahan lingkungan yang terjadi
Tong Sampah Pinggir Jalan
Untuk
menumbuhkan Action sebagai hasil dari
Pendidikan Lingkungan Hidup, maka pembangunan tong sampah atau bak sampah pada
tempat-tempat umum sangat efektif. Tong sampah diletakan disekitar halte, lampu merah dan taman. Dengan
meletakkan tong sampah di tempat umum tersebut diharapkan mampu mengurangi
volume sampah yang dibuang dengan sembarang. Satu hal yang perlu diketahui oleh
pemerintah adalah setiap kebijakan
publik harus melibatkan masyarakat. Oleh karena itu, pembangunan tong sampah
harus melibatkan warga sekitar. Pendidikan Lingkungan Hidup mengambil bagian
yang penting untuk mewujudkan masyarakat yang sadar akan lingkungan hidup. PLH
dapat meningkatkan keterlibatan dan rasa memiliki dari masyarakat terhadap
fasilitas yang telah dibangun oleh pemerintah. Action dari PLH menghilangkan kesan bahwa sarana dan prasarana yang
telah dibangun oleh pemerintah semata-mata milik pemerintah sehingga masyarakat
tidak peduli untuk merawatnya.
[1]
Merdeka.com, Ahok kesal pengelolaan
sampak DKI masih buruk, http://www.merdeka.com/jakarta/ahok-kesal-pengelolaan-sampah-dki-masih-buruk.html.
15 Juni 2014 (09.00)
[2]
Air hujan yang mengalir dipermukaan tanah
0 comments:
Post a Comment