A.
Pendahuluan
Bonus Demografi adalah
suatu kondisi menurunnya rasio ketergantungan sebagai hasil penurunan
fertilitas dalam jangka panjang yang dapat memberikan peluang pada pertumbuhan
ekonomi. Indonesia mempunyai peluang untuk dapat menikmati bonus demografi
tersebut. Bonus demografi merupakan
sebuah peluang untuk percepatan pertumbuhan ekonomi yang harus diupayakan dan
diraih dengan sebuah kebijakan yang tepat.
Kebijakan-kebijakan yang
tepat tersebut diperlukan untuk menyiapkan kualitas sumber daya manusia yang
akan masuk ke angkatan kerja; menjaga penurunan fertilitas; menyiapkan
keterampilan dan kompetensi tenaga kerja; dan kebijakan ekonomi dalam
menciptakan lapangan kerja, fleksibilitas pasar tenaga kerja, keterbukaan
perdagangan dan tabungan serta dukungan sarana dan prasarana.
Peluang bonus demografi
ini semestinya bisa dimanfaatkan secara merata oleh segenap lapisan masyarakat
Indonesia dimanapun berada untuk peningkatan pembangunan ekonomi dan
kesejahteraan penduduk. Namun Indonesia dengan kondisi geografis kepulauan,
maka pembangunan wilayah pesisir menjadi sangat penting dan strategis. Hal ini
mengingat wilayah pesisir pada umumnya merupakan daerah yang tertinggal karena
kondisinya cenderung miskin, tingkat pendidikan rendah dan sarana serta
prasarana yang kurang memadai.
Wilayah pesisir ini
menjadi suatu hal yang strategis berkaitan dengan pengelolaan dan pemanfaatan
wilayah termasuk peningkatan pemanfaatan serta pelestarian lingkungan wilayah
pesisir. Sebagaimana diketahui bahwa wilayah-wilayah pesisir pada umumnya juga
dihuni oleh penduduk yang bermata pencaharian sebagai nelayan maupun pelaku
pemanfaatan laut dan darat sekaligus.
Di wilayah pesisir di
Indonesia biasanya mengalami masalah seperti: 1) tingkat kemiskinan penduduk
pesisir yang tinggi, dimana data tahun 2010 kemiskinan di desa-desa pesisir
mencapai 7 juta jiwa yang terdapat di 10.639 desa pesisir. 2) tingginya
kerusakan sumber daya pesisir baik karena abrasi maupun karena ulah manusia, 3)
rendahnya kemandirian organisasi sosial masyarakat dan lunturnya nilai-nilai
budaya lokal, 4) infrastruktur dan kesehatan lingkungan pemukiman sangat minim.
Selain keempat masalah ini wilayah pesisir sangat rentan terhadap bencana alam
dan perubahan iklim yang cukup tinggi.
Kemiskinan yang tinggi
disebabkan oleh karena masyarakat pesisir yang bekerja sebagai nelayan memiliki
keterbatasan baik dari sisi modal, sarana dan prasarana dan masih melakukan
perikanan tangkap secara tradisional. Selain itu di wilayah pesisir juga
terlihat adanya jaringan ekonomi yang dimulai dari pemilik modal (tauke),
nelayan, tengkulak dan lain sebagainya. Kondisi ini juga diperparah dengan
mahalnya harga BBM sebagai bahan bakar yang digunakan untuk melaut. Kemiskinan
ini juga dipengaruhi oleh minimnya infrastruktur baik infrastruktur sosial,
ekonomi maupun transportasi.
Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti,
mengatakan bahwa potensi laut dan pesisir Indonesia sangat luar biasa dan
seharusnya dimanfaatkan untuk meningkatkan derajat hidup penduduk tidak hanya
wilayah pesisir tetapi juga wilayah lainnya. Hal ini juga senada dengan
pernyataan Presiden Republik Indonesia, Jokowi yang mengatakan bahwa Kami akan membangun Indonesia dari pinggiran
dengan memperkuat Daerah-daerah dan Desa dalam kerangka Negara Kesatuan
Republik Indonesia. Kami akan meletakkan dasar-dasar bagi dimulainya
desentralisasi asimetris. Kebijakan desentralisasi asimetris ini dimaksudkan
untuk melindungi kepentingan nasional Indonesia di kawasan-kawasan perbatasan,
memperkuat daya saing ekonomi Indonesia secara global, dan untuk membantu
daerah-daerah yang kapasitas berpemerintahan belum cukup memadai dalam
memberikan pelayanan publik yang baik. Pernyataan ini sesuai dengan visi dan misi Presiden Jokowi - JK dalam Nawacita
(9 cita-cita) yang merupakan 9 agenda pokok untuk melanjutkan semangat dan
cita-cita Soekarno yang dikenal dengan Trisakti yaitu berdaulat secara politik,
mandiri dalam ekonomi dan berkepribadian dalam kebudayaan.
B.
Bonus demografi dan wilayah pesisir
Bonus demografi merupakan
suatu kondisi dimana jumlah penduduk usia kerja (15-64 tahun) mengalami
peningkatan yang sangat tinggi, sebagai akibat dari penurunan fertilitas dan
mortalitas di masa lampau. Peningkatan jumlah penduduk usia kerja ini sangat menguntungkan
di bidang ekonomi, karena beban ketergantungan akan mencapai titik terendah,
artinya setiap penduduk produktif hanya akan menanggung sedikit penduduk yang
tidak produktif. Secara ekonomi suatu negara atau wilayah yang mengalami bonus
demografi, akan dapat meningkatkan pertumbuhan ekonominya dengan baik, dengan
catatan apabila bonus tersebut dapat dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya.
Bonus Demografi ditandai
dengan rendahnya angka beban ketergantungan, sebagai akibat dari menurunnya
angka kelahiran dan kematian dalam jangka panjang, yang merubah struktur umur
penduduk. Perubahan struktur umur penduduk tersebut, secara teori memberikan
keuntungan ekonomi, karena jumlah penduduk produktif jauh lebih banyak
dibandingkan jumlah penduduk non produktif. Jika keadaan ini kemudian dibarengi
dengan perluasan lapangan kerja yang mampu menyerap seluruh penduduk produktif,
maka implikasinya adalah peningkatan status ekonomi masyarakat. Penduduk
produktif yang bekerja hanya akan menanggung penduduk tidak produktif dalam
jumlah yang sedikit, sehingga kelompok ini akan mampu menyisihkan penghasilan
mereka untuk menambah tabungan keluarga. Tabungan keluarga ini kemudian dapat
dimanfaatkan untuk meningkatkan kualitas hidup manusia dalam keluarga tersebut.
Pemanfaatan bonus demografi harus
dilakukan dengan meningkatkan kualitas penduduk agar mampu berperan dalam pasar
kerja, membuka peluang pekerjaan seluas-luasnya sehingga sebagian besar
angkatan kerja tersebut dapat terserap dalam pasar kerja. Apabila tidak dapat
memanfaatkan momentum bonus demografi, maka akan terjadi apa yang disebut
dengan petaka demografi, karena secara perlahan-lahan angka beban
ketergantungan akan meningkat kembali, sejalan dengan peningkatan penduduk usia
lanjut akibat peningkatan usia harapan hidup. Angka beban ketergantungan
terutama beban ketergantungan penduduk tua berakibat pada beban di masa yang
akan datang.
Indonesia sudah memasuki
bonus demografi pada tahun 2015-2035. Oleh karena itu pemerintah melalui
kementerian desa dan kementerian kelautan terus melakukan berbagai program
pembangunan yang akan mendukung pemanfaatan bonus demografi tersebut. Pemanfaatan
bonus demografi tersebut maka akan menambah tabungan keluarga dan menambah
investasi untuk peningkatan kualitas hidup penduduk karena pada dasarnya
pembangunan Indonesia dimulai dari desa.
Bagaimana bonus demografi
berpengaruh pada penduduk di wilayah pesisir? Wilayah pesisir yang dicirikan
pada desa-desa pesisir, pada umumnya memiliki jumlah penduduk yang tidak
sebanyak desa-desa non pesisir. Namun desa pesisir yang pantainya menjadi area
wisata, akan meningkat dengan cepat jumlah penduduknya karena migrasi masuk.
Dan migrasi masuk ini adalah migrasi penduduk yang berada pada usia kerja.
Mereka masuk untuk ikut berusaha dan mencari kerja di desa-desa pesisir yang
berkembang menjadi daerah wisata. Akibatnya akan terjadi persaingan dengan
penduduk lokal dalam hal mencari mata pencaharian. Jika diperhatikan lebih
jauh, penduduk lokal desa-desa pesisir pada umumnya bekerja di sektor pertanian
dan perikanan baik perikanan tangkap maupun budidaya. Mereka pada umumnya
memiliki pendidikan yang lebih rendah dibandingkan penduduk migran.
Oleh sebab itu sebagai
wilayah yang mempunyai potensi baik untuk wisata maupun meningkatkan
perekonomian dari sektor perikanan, budidaya ikan maupun sumber ekonomi
kreatif, wilayah pesisir harus didorong untuk mampu memanfaatkan bonus
demografi yang sedang berlangsung sehingga tercapai kesejahteraan dan
peningkatan kualitas hidup. Masalahnya saat ini, data desa-desa pesisir baik
data penduduk dengan segala karakteristiknya, data perekonomian, data potensi
dan produk unggulan, kondisi geografi, termasuk data permasalahan belum
tersedia dengan baik. Data BPS yaitu PODES, baru menyajikan kondisi desa-desa
pesisir dilihat dari fasilitas umum, matapencaharian dan infrastruktur wilayah.
Sementara data kependudukan yang tersedia sampai saat ini tidak dapat
menyajikan sampai tingkat desa, kecuali Sensus Penduduk. Sensus Penduduk hanya
tersedia setap 10 tahun sekali, sehingga diperlukan suatu upaya untuk menyusun
proyeksi penduduk jika ingin memperoleh data penduduk di desa tertentu pada
tahun-tahun di luar tahun Sensus Penduduk. Padahal data kependudukan sangat
diperlukan untuk mendorong pembangunan desa desa pesisir dalam rangka menyambut
bonus demografi.
Data yang paling ideal
untuk menyajikan data dasar kependudukan di desa pesisir adalah data yang
diperoleh dari dinas kependudukan dan pencatatan sipil. Karena data ini
dikumpulkan setiap hari, bersifat real time dan termutakhirkan setiap hari.
Hanya saja pengumpulan data melalui registrasi penduduk dan pencatatan sipil
ini masih belum sempurna, karena cakupan data kejadian vital (kelahiran,
kematian, perkawinan, perceraian dan adopsi) masih rendah. Metode pencatatan
yang bersifat pasif, kesadaran masyarakat, dan faktor-faktor lain diduga
menjadi penyebab hal ini.
Jika kondisinya demikian
bagaimana untuk melihat desa pesisir mengalami bonus demografi atau tidak?
Bagaimana mempersiapkan desa-desa pesisir ini untuk menghadapi bonus demografi?
Hal ini dapat dilakukan dengan mengamati kondisi kependudukan, sosial ekonomi maupun
potensi yang dimiliki suatu desa pesisir, dalam konteks kabupaten pesisir untuk
melihat apakah desa-desa pesisir ini dapat meningkatkan diri untuk mengejar
ketertinggalan dibanding desa-desa non pesisir lainnya. Tentu saja analisis
yang dilakukan tidak hanya didasarkan pada data semata tetapi juga expert
judgment untuk mampu melihat keterkaitan kondisi desa pesisir dengan kondisi
kabupaten pesisir secara keseluruhan.
C. Kesimpulan
1. Kemiskinan di daerah pesisir harus
segera ditanggulangi. Pemerintah melalui kementerian desa diharapkan mampu
meningkatkan produktifitas penduduk dengan bantuan dana desa yang memberikan
kesempatan kepada desa pesisir untuk meningkatkan potensi-pontensi yang ada di
daerahnya.
2. Perbaikan infrastruktur di daerah
pesisir harus terus dilakukan. Sekolah, rumah sakit, air bersih dan listrik
harus mendapat perhatian khusus.
3. Bonus demografi hanya didapatkan jika
adanya penurunan angka kelahiran dan kematian dalam jangka panjang. Kerja sama
antara masyarakat dan pemerintah harus seimbang. Pemerintah terus memberikan
pemahaman pentingnya Keluarga Berencana (KB) dan masyarakat juga memiliki
pengetahuan dan kesadaran bahwa keluarga berencana memberikan dampak yang baik
bagi kesehatan dan kemakmuran keluarga yang pada akhirnya turut menyubangkan
kesejahteraan bangsa.
Sumber:
BKKBN. Pemetaan karakteristik penduduk pesisir dan kepulauan untuk mencapai
bonus demografi. Teknologi Informasi
dan Komunikasi. 2015. Jakarta.