Hasil penelitian yang
dilakukan oleh Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta mengungkapkan
bahwa pelanggaran Hak atas Kekayaan Intelektual (HAKI) masih terus dilakukan
dalam dunia pendidikan, khususnya diperguruan tinggi. Berdasarkan penelitian
tersebut pelanggaran HAKI yang paling banyak dilakukan adalah fotokopi buku
dengan persentase 79% oleh dosen dan 54,7% oleh mahasiswa.[1]
Ada 4 (empat) cara
menghargai hasil karya orang lain. Diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Menggunakan software yang asli
atau dengan membeli nomor lisensi.
2. Tidak melakukan duplikasi, membajak,
atau menyalin tanpa seizin perusahaan/pemilik.
3. Tidak memodifikasi (mengubah),
menguruangi, atau menambah hasil karya orang lain tanpa seizin
perusahaan/pemilik.
4. Tidak melakukan untuk tindakan
kriminal.
Berdasarkan penelitian
Business Software Alliance (BSA) pada tahun 2009, buruknya tingkat penghargaan
hasil karya orang lain menempatkan Indonesia pada urutan ke 12 sebagai negara
dengan tingkat pembajakan tertinggi di dunia.
Undang-Undang hak Cipta
No 19 Tahun 2002 Pasal 72 dengan tegas memberi sanksi kepada mereka yang
sengaja atau tanpa sengaja melakukan pelanggaran terhadap hasil kreativitas
orang lain. Sanksi paling ringan ( 1 bulan penjara dan denda Rp. 1.000.000
rupiah) dan sanksi paling berat ( 5 tahun penjara dan denda Rp. 1.500.000.000
rupiah) tersedia bagi mereka yang melakukan pelanggaran hak cipta.
Undang-Undang Informasi
dan Transaksi Elektronik (ITE) turut ambil bagian dalam perkembangan teknologi
Informasi dan Komunikasi di Indonesia. Ke dua Undang-Undang tersebut dianggap “nyeleneh” serta tidak memberikan dampak
jera kepada mereka yang melakukan pembajakan software, film, dan lagu. Dengan
nyata mereka dapat mendistribusikan hasil bajakan tersebut dengan bebas hingga
pinggir jalan sekali pun.
Sebuah survey sederhana
dilakukan oleh penulis di Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri 1 Lahewa Kabupaten
Nias Utara. Survey ini sejalan dengan profesi penulis sebagai guru mata
pelajaran Teknologi Informasi dan Komunikasi di kelas X pada materi pelajaran
“Ketentuan dan Aturan dalam Penggunaan Teknologi Informasi dan Komunikasi.”
Dari 42 orang siswa yang diberi tugas “mengapa
tingkat pembajakan di Indonesia masih tinggi?” didapatkan hasil bahwa ekonomi masyarakat merupakan
penyebab utama tingginya tingkat pembajakan di Indonesia.
Dari data
tersebut di atas dapat dijelaskan bahwa 32 orang siswa memilih ekonomi sebagai
penyebab utama tingkat pembajakan yang semakin
tinggi di Indonesia. Angka ini menyumbang 76% dari semua siswa. Pendidikan 14%,
Minat atau permintaan masyarakat terhadap software bajakan menempati posisi ke
tiga yaitu 5%. Teknologi yang semakin canggih dan aturan serta sanksi yang
kurang tegas dari pihak yang berwenang menempati urutan ke empat dan ke lima.
Dari survey kecil
tersebut, buruknya ekonomi masyarakat menjadi penyabab utama tingginya tingkat
pembajakan di Indonesia. Apakah buruknya ekonomi masyarakat merupakan faktor
utama? Penjelasannya adalah sebagai berikut.
1. Ekonomi
Upah minimum tenaga kerja
di Indonesia berada pada angka Rp. 1.500.000 rupiah. Angka diperoleh dari
pendapatan rata-rata tenaga kerja Indonesia hingga awal tahun 2015. Pada tahun
2015, Indonesia memiliki jumlah penduduk sebanyak 252 juta jiwa dengan laju pertumbuhan
penduduk 1,99% pertahun (2010-2014). Jika usia produktif berada pada usia 19
tahun ke atas maka sekitar 5 juta penduduk Indonesia tidak mendapat penghasilan
Rp. 1,5 juta rupiah setiap bulannya. 5 juta penduduk ini tidak memiliki
pekerjaan. Penghasilan Rp. 1,5 juta rupiah setiap bulan yang diperoleh oleh
sebagian tenaga kerja di Indonesia tentu sangat besar jika dibandingkan dengan
penghasilan tenaga kerja profesional seperti guru yang mengabdi sebagai honorer
di desa dengan penghasilan Rp. 300 ribu rupiah setiap bulannya. Apakah
penghasilan tenaga kerja ini perlu direvisi kembali? Statistik Indonesia 2016
diharapkan dapat menjawabnya.
5 juta penduduk Indonesia
tidak bekerja. Jelas, mereka bukanlah individu yang mempu membeli sofware,
film, dan lagu yang asli. Maka dapat diambil kesimpulan bahwa pengangguran menyumbangkan
2% sebagai penyebab tingkat pembajakan di Indonesia masih tinggi. Masalah yang timbul
adalah tingginya angka pengangguran.
Jika Rp. 1.500.000
merupakan penghasilan untuk semua jenis pekerjaan maka permasalahan yang muncul
adalah pendapatan
masyarakat Indonesia rendah. Jika pemisalan dilakukan untuk penduduk
Indonesia yang masih meniti karir/kuliah/menuntut ilmu pada usia 20-24 tahun,
maka 10,5 juta penduduk Indonesia pada usia 25-60 tahun memiliki masalah pada
pendapatan yang rendah. Angka ini menyumbang 4,2% sebagai penyebab tingginya angka
pembajakan di Indonesia. Harga perangkat lunak yang mencapai ratusan ribu
hingga puluhan juta rupiah tidak mampu dibeli dari sisa pendapatan yang
diperoleh.
Jika usia produktif
adalah 25-60 tahun dan telah memiliki keluarga, maka masalah yang dihadapi
adalah biaya
hidup keluarga besar. Secara keseluruhan, setiap rumah tangga di
Indonesia memiliki anggota keluarga 4 orang. Penghasilan orang tua (ayah+ibu)
Rp. 3.000.000 rupiah setiap bulannya harus dapat memenuhi kebutuhan satu
keluarga. Besarnya biaya hidup menyumbang 35% sebagai penyebab angka pembajakan
di Indonesia masih tergolong tinggi.
Dari beberapa uraian di
atas dapat diambil kesimpulan bahwa buruknya ekonomi masyarakat menyumbangkan angka yang besar yaitu 41,5%
sebagai penyebab rendahnya penghargaan terhadap kreativitas orang lain di
Indonesia.
Dari penjelasan di atas,
buruknya ekonomi masyarakat memberikan pengaruh yang signifikan terhadap
penghargaan hasil kreativitas orang lain di Indonesia. Permalahan yang timbul
adalah buruknya ekonomi masyarakat. Akar dari permasalahan tersebut adalah kependudukan.
Perhatikan penjelasan berikut ini.
Saat ini Indonesia
menduduki peringkat ke empat sebagai negara dengan penduduk terbanyak di dunia.
Badan PBB Bidang Kependudukan juga telah memprediksi bahwa Indonesia akan masuk
ke dalam lima negara penyumbang pertambahan penduduk dunia sampai tahun 2050
bersama dengan India, Pakistan, Brazil dan Nigeria.
Setiap tahun Indonesia
mengalami pertambahan penduduk. Pada tahun 2015, jumlah penduduk Indonesia 252
juta jiwa dan akan terus bertambah setiap tahun. Jika program Keluarga Berencana
(KB) berhasil maka pada tahun 2050 penduduk Indonesia berada pada angka 320
juta jiwa tetapi jika program KB gagal maka pada tahun yang sama penduduk
Indonesia akan mencapai 390 juta jiwa.
Secara logika,
pertambahan penduduk setiap tahun akan berdampak baik bagi Indonesia. Semakin
banyak penduduk maka barang dan jasa
yang dihasilkan juga akan semakin banyak.
“barang dan
jasa yang dihasilkan oleh suatu negara tidak semata-mata tergantung pada jumlah
penduduk saja, tetapi lebih pada efektifitas dan produktifitas”
Ternyata kalimat yang
menyatakan “semakin banyak penduduk maka barang dan jasa yang dihasilkan juga akan semakin
banyak” adalah salah. Pada tahun 2014, GDP (Gross Domestic Bruto) Indonesia
berada pada angka 5,0 dengan jumlah pendududk 252 juta jiwa. Hal ini tidak
sebanding dengan negara Filipina pada tahun yang sama, Real GDP berada pada
6,1 dengan jumlah penduduk 100 juta
jiwa. Dari data tersebut sangat jelas bahwa barang dan jasa yang dihasilkan
oleh suatu negara tidak semata-mata tergantung pada jumlah penduduk saja,
tetapi lebih pada efesiensi dan produktivitas penduduk tersebut.
Banyak ada banyak rezeki.
Kalimat ini sungguh bertolah belakang jika diterapkan pada kehidupan berumah
tangga dewasa ini. Bukankah suatu pekerjaan akan cepat selesai jika dikerjakan
oleh banyak orang? 7,7 juta jiwa penduduk Indonesia sedang menganggur.
Permasalahan ini timbul apabila setiap peningkatan penduduk menyebabkan suatu
penyusutan pada sumber penghasilan perkapita yang wajar.
“Permasalahan
yang terjadi di Indonesia saat ini adalah alat pemenuhan kebutuhan terbatas”
Setiap keluarga yang
telah terbentuk menginginkan keluarga yang sejahtera. Kesejahteraan keluarga
bisa diartikan terpenuhinya kebutuhan dasar hidup keluarga berupa kebutuhan
jasmani (makanan bergizi, pakaian, perumahan dan sebagainya) dan kebutuhan
rohani (keamanan, cinta kasih, kedamaian dan kebahagiaan). Jika sebuah keluarga
memiliki 4 orang anak dengan penghasilan 1,5 juta setiap bulannya maka dapat
dipastikan semua kebutuhan anggota keluarganya tidak terpenuhi. Jumlah anggota
keluarga sangat berpengaruh terhadap kemampuan sebuah keluarga memiliki rumah
yang sehat.
Buruknya ekonomi
masyarakat berdampak pada kemiskinan. Hubungan antara kemiskinan dan jumlah
penduduk merupakan hubungan yang kompleks. Namun banyak studi pada tingkat
rumah tangga memperlihatkan bahwa tingkat kelahiran yang rendah akan
meningkatkan pendapatan bagi perempuan (ibu) dan keluarga yang kecil memiliki
kemampuan besar dalam menyekolahkan anaknya. Studi lain memperlihatkan bahwa
penurunan kemiskinan berdampak pada peningkatan partisipasi perempuan dalam
lapangan kerja sehingga meningkatkan pendapatan keluarga dan pada akhirnya
mengentaskan kemiskinan.
Kepadatan penduduk juga
akan mempengaruhi pada kebutuhan pangan, energi dan air. Badan PBB untuk urusan
pangan (FAO) memperkirakan bahwa kebutuhan pangan dunia pada tahun 2050 akan
meningkat 70% dari kondisi saat ini, dengan asumsi penduduk dunia pada tahun
2050 berjumlah sekitar 9,3 miliar. Lalu bagaimana jika penduduk dunia meningkat
menjadi 10,6 miliar? Sudah bisa dipastikan kebutuhan untuk lapangan kerja,
infrastruktur, dan pelayanan dasar seperti kesehatan, pendidikan, perumahan
akan semakin naik.
Dapat disimpulkan bahwa
jumlah penduduk yang besar memberikan pengaruh yang besar terhadap ekonomi
masyarakat. Jumlah anggota keluarga menentukan jumlah penduduk. Jumlah anggota
keluarga sangat berpengaruh terhadap
kemampuan sebuah keluarga memiliki rumah yang sehat, pendidikan sehingga pada
akhirnya tercipta sumber daya manusia yang memiliki produktifitas dan efesiensi
yang tinggi. 2 anak lebih baik.
Sumber:
Hidayat, Rudi. Teknologi Informasi dan Komunikasi. 2011. Jakarta : Erlangga
M, David. Masalah Kependudukan di Negara berkembang. 1985. Jakarta : PT. Bina
Aksara
Bps.go.id
[1]
Yrci.or.id, Wow, Fotocopi Buku Jadi Lahan
Dosen Cari ‘Sampingan’, www.yrci.or.id/undanga-seminar-international/,
diakses 5 April 2016, jam 08.40 WIB
0 comments:
Post a Comment