Berkumpulnya
penduduk di kota menyebabkan kepadatan penduduk tinggi. Saat lahan yang sempit dihuni
oleh banyak orang, maka lahan semakin langka dan tinggi nilainya. Kelangkaan
lahan dengan nilai yang tinggi mengharuskan kalangan masyarakat bawah memilih
alternatif rumah susun sebagai tempat tinggal.
Pembangunan
rumah susun berpangkal dari derasnya urbanisasi untuk mencari kesempatan kerja
di kota-kota besar. Tidak setiap kota dapat menampung arus urbanisasi yang
deras tersebut. Terlebih apabila kaum urbanis tidak memiliki akses yang mampu
memenuhi standar kebutuhan tenaga kerja yang layak di kota (SDM masih rendah),
maka lahirlah kaum marjinal baru yang mengisi sudut-sudut kota.
Kawasan
yang ditempati oleh kaum marjinal dapat dikategorikan menjadi dua jenis,
pertama, di daerah yang disebut slum,
yaitu kawasan permukiman kumuh di atas lahan yang statusnya legal sebagai
kawasan untuk bermukim. Tempat tinggal yang sederhana dengan tembok bata,
papan, dan potongan kardus. Jenis yang kedua adalah squatter, yaitu kawasan permukiman kumuh yang terletak di atas
lahan yang statusnya ilegal sebagai kawasan untuk bermukim seperti bantaran
sungai dan dekat rel kereta api.
Rumah
susun diharapkan mampu menjadi tempat hunian yang ‘layak’. Walaupun ditemukan masalah dari berbagai aspek tetapi bisa
diatasi dengan desain rumah susun yang bercorak komunal dan natural bisa
menjadi solusinya.
0 comments:
Post a Comment